“The Power of Orang Dalam”, mungkin kita pernah atau bahkan sering
mendengar kalimat ini dilontarkan oleh beberapa orang sebagai candaan
saat bertemu dengan teman-temannya yang telah bekerja, saya pun
kebetulan pernah mendengarkan secara langsung. But sadly, it was
directed to me. Ternyata ada hal menarik dari kalimat ini lho!
Sekitar enam bulan lalu di hari Sabtu siang saya melakukan perjalanan dari Surabaya menggunakan kereta dan turun di Stasiun Kota Malang. Tujuannya jelas, karena saya masih sering aktif di kegiatan kampus terutama di komunitas debat meskipun saya sudah bekerja. Kebetulan saat itu saya sedang menjadi pelatih debat kandungan Al-Quran dalam bahasa Inggris dalam acara MTQ Mahasiswa Nasional oleh Kemenristekdikti (Sebelum berubah menjadi KemenristekBRIN) untuk Universitas Brawijaya.
Turun dari kereta, saya langsung berburu ojek online (Ojol) untuk mengantar saya ke masjid Ulul Albab, tempat saya latihan dengan Adisty hari itu. Di perjalanan, banyak hal yang kami bicarakan termasuk tentang pekerjaan. Masih sangat teringat ketika kami lewat di depan RSSA Malang, abang ojol bertanya “Waah enak ya mas kerjanya, punya orang dalam ya?”
I was almost upset. Sempat terfikir mungkin saya hanya salah dengar. Lalu saya konfirmasi, “Orang dalam, mas?” dan dijawab “Iya, mas.” Mendapat pertanyaan ini dari orang yang belum mengenal kita rasanya sedikit mengagetkan memang, namun alhamdulillah bisa saya ceritakan dengan nada penuh tawa jadi abang ojol pun mengerti.
Bagi yang pernah bercanda dengan menanyakan hal ini kepada teman yang baru saja bekerja, let me tell you something.
Mungkin ada orang yang bekerja dengan koneksi yang dimiliki, mungkin juga ada orang yang mudah mendapat pekerjaan karena bantuan orang tua, atau apapun itu yang dikaitkan dengan frasa “Orang dalam”. Namun, masih banyak juga lho anak muda atau bahkan lulusan sarjana yang bisa bekerja dengan baik dengan perjuangannya sendiri tanpa embel-embel orang dalam.
Briefly, saya sidang skripsi awal Agustus 2018 kemudian harus menyelesaikan revisi dan menunggu tanda tangan dari dosen penguji yang ternyata berangkat ke luar negeri selama lebih dari satu bulan setelah saat saya berburu tanda tangan. Setelah berbagai drama skripsi, akhirnya saya menerima Surat Keterangan Lulus (SKL) di tanggal 24 September 2018. Seminggu setelahnya, yaitu tanggal 1 Oktober saya sudah mulai bekerja di PT. Bimasakti Multi Sinergi. Kok bisa secepat itu? Punya orang dalam?
Tentu saja tidak. I am nobody
Semua orang bahkan orang tua saya pun tak pernah tahu bahwa saya sudah coba-coba melamar pekerjaan sejak awal Juli 2018. Why? Karena saat itu kebetulan libur lebaran dan saya cukup gabut tidak ada aktivitas karena skripsi sudah selesai hanya tinggal menunggu sidang. Juga, saya memang menargetkan mendapat pekerjaan impian secepatnya bahkan sebelum saya wisuda sarjana. So, saya sempatkan untuk cari tahu bagaimana menggunakan JobStreet dan melamar pekerjaan yang sesuai, yaitu di bidang writing atau public speaking.
Coba-coba kok bisa tembus wawancara? Orang dalam nih!
Bukaaan! As a perfectionist, tidak ada perjuangan yang main-main, jadi harus disiapkan sebaik mungkin. Saya mengajukan hampir 70 lamaran secara online (and of course tanpa ijazah haha) ke berbagai perusahaan dengan penuh percaya diri. Yup, itulah senangnya menggunakan layanan online, tanpa perlu ijazah, hanya membuat profil diri semenarik mungkin untuk mendapat pekerjaan impian.
Satu lagi, langkah ini sudah saya siapkan sejak saya berada di semester satu saat kuliah. Once again, sejak di semester satu! Di buku diary saya menuliskan saat itu bahwa saya harus menargetkan diri untuk menjadi lulusan terbaik, koleksi prestasi non-akademik, ikut komunitas tertentu, part-time job, menang lomba tertentu, kerja sebelum wisuda, S2 setelah setahun bekerja, dst.
Bahkan, saya sudah menargetkan diri untuk kerja di Surabaya dengan gaji sekian, di kantor seperti ini itu, dengan ruangan ber-AC yang nyaman, lingkungan yang suportif, dan detail lainnya yang sudah saya gambarkan di kepala saya. Itu sudah saya pikirkan sejak dulu kala, bukan sebuah keputusan yang impulsif.
Kok bisa se-pede itu?
Bukan overconfident, tapi lebih pada mengenali diri luar dalam sebaik-baiknya. Saya pun punya perasaan ragu, takut gagal dan seterusnya. Seingat saya sudah lebih dari 5 kali diundang wawancara, 2 diantaranya dilakukan melalui telepon. Tapi entah mengapa hati saya merasa cocok dengan Bimasakti ini padahal sebelumnya tidak kenal sama sekali.
Saat seleksi di kantor satu ini, saya bukan satu-satunya. Bahkan di persyaratan jelas ditulis “Diutamakan yang memiliki pengalaman kerja 2 tahun”. Tentu saja saya sempat khawatir tapi saya selalu percaya saya adalah sosok yang sangat kompetitif. Pelamar lain saat itu sudah memiliki pengalaman kerja, rasanya hanya saya saja yang fresh graduate, tentu saja saya makin ketar-ketir. Apalah saya, hanyalah fresh graduate yang belum punya ijazah karena belum wisuda.
Semua berjalan lancar, mulai dari tes tulis, tes psikologi, wawancara pertama hingga ketiga. Saya pun memulai bekerja sebelum wisuda, dengan bermodal SKL. Senangnya, semua sesuai dengan yang saya targetkan sejak semester satu. So thankful for that.
Oiya satu lagi, dulu waktu maba sering dinasehati senior kurang lebih seperti ini “Jangan melulu mengejar nilai dan IPK yang mentereng, karena itu tidak akan berguna di dunia kerja. Yang dibutuhkan di dunia kerja adalah soft skills yang hanya bisa didapat kalau kita aktif berorganisasi.” Nah, saya dari dulu bernafsu membuktikan bahwa ini salah total, mahasiswa masih bisa kok punya IPK mantap dan aktif di organisasi karena prestasi akademis juga mempengaruhi cara dan kualitas kerja kita lho, I proved it. Mereka saja belum kerja profesional karena masih mahasiswa kok sotoy menyimpulkan seperti itu. Trust me, both are important!
Well, how did I make it happen? Karena saya selalu berusaha kenal diri, mengetahui apa yang membuat saya unggul dan bagaimana cara saya membawa diri dengan keunggulan itu serta saya sadar kelemahan saya dan bagaimana membuatnya menjadi sebuah titik mengembangkan diri. Jangan lupa juga untuk membuat target hidup yang jelas dan terukur, serta memiliki sikap syukur, kompetitif, dan pantang menyerah. Pokoknya SELF DETERMINATION sangatlah penting!
Intinya, apa yang kita tanam itulah yang kita petik. Tidak cukup kalau baru tanam 2 hari langsung berharap panen. Semua perlu dipersiapkan dengan sangat baik sebagai long-term target dan dieksekusi sebaik-baiknya. Buktikan bahwa kita bisa bekerja dengan baik karena kualitas kita yang sudah dipersiapkan dengan matang melalui pengalaman, cerita hidup, dan pencapaian selama ini.
Further discussion is welcomed. Terima kasih :)